Teknologi kecerdasan buatan kini jadi penyelamat baru di dunia medis. Tahun 2025 mencatat lonjakan penggunaan AI diagnosis hingga 70% di rumah sakit besar. Dari deteksi kanker hingga analisis MRI, algoritma AI kini mampu mengenali pola yang tak bisa dilihat mata manusia. Salah satu proyek besar datang dari IBM Watson Health 2.0, yang kini berfokus pada analisis genom dan prediksi penyakit langka.
AI tak hanya membantu dokter, tapi juga pasien. Aplikasi seperti Ada Health dan Babylon AI memberi diagnosis awal berbasis gejala yang dimasukkan pengguna. Hasilnya? Waktu tunggu konsultasi berkurang hingga 50%. Menurut Dr. Lisa Romero dari Harvard Medical School, “AI bukan menggantikan dokter, tapi mempercepat pengambilan keputusan kritis.”
Namun, muncul kekhawatiran baru soal privasi data pasien. Karena sebagian besar sistem ini bekerja di cloud, keamanan informasi medis jadi isu sensitif. Oleh sebab itu, banyak negara mulai mengembangkan AI medis lokal yang berjalan tanpa koneksi internet. Jepang dan Korea Selatan jadi pelopor sistem semacam ini, dengan keberhasilan yang menjanjikan.
AI medis membuka babak baru dunia kesehatan: diagnosis yang cepat, pengobatan yang personal, dan sistem yang lebih efisien. Tapi tantangannya jelas — menjaga etika dan kemanusiaan tetap di atas algoritma.
